Minggu, 11 Desember 2011

Sleep well my lover,...

Masih terasa manis harapan itu. Menyadari bahwa masih berada, di dekatmu semuanya mengembun. Dengarkan doaku, tanpa pernah sekian waktu melupakanmu. Namun selalu aku yang harus memulai pagi dan membukakan pintu serta jendela untukmu, selanjutnya aku hanya bisa memandangmu yang menjauh menapaki kehidupan yang tak kau izinkan untuk kulihat.

Hingga detik ini, jemari kita belum jua bersentuhan. Dan mungkin telah ada dan disiapkan waktu untuk kita, dimana keindahan akan membawaku mendengarkan suaramu. kelak, di kemudian hari..

Mungkin saja bukan? tak ada salahnya bermimpi meski kutahu waktuku takkan lama lagi. Segala keindahan ini, semua cinta dan kerinduan ini akan pergi. Karena itulah jangan kau tanyakan. Mengapa setiap saat aku ingin dekat denganmu, aku ingin memberikan apa yang aku bisa berikan sebelum semua yang ada padaku habis tak bersisa. Aku tak ingin waktuku yang singkat ini berlalu tanpa guna, paling tidak aku telah meninggalkan cerita bahagia antara dirimu dan dunia.


Aku hanya ingin berbagi, sebab setelah ini mungkin takkan kau lihat lagi wajahku tersenyum padamu. Takkan lagi ada pesan-pesan penuh do’aku ketika engkau membuka mata dari pejammu di malam yang lain. Telah kubangun mimpi di langit agar engkau tetap tinggal, semoga harapanku menjadi nyata dalam genggamanmu.

Kau tahu mengapa aku selalu menantikanmu untuk merindukanku? mengapa aku selalu bertanya ketika salammu tak jua sampai padaku? itu semata agar kau tak perlu bersedih, begitu pula sebaliknya. Tetaplah tersenyum meski aku tak dapat melihatnya, sebab aku bisa dan akan selalu merasakan serta mengerti apa yang kau jalani. Semoga persinggahan di hatimu ini menjadi sesuatu yang bisa engkau kenang, aku tahu kau bisa mencintai dengan lebih baik..

Aku mencintaimu…

nice dreamz,,,

The Last Twilight...

Sore itu kita memandanginya. Langit memerah dan keangkuhan di ujung mata. Kita yang mengenal. kita yang kan terpisah. Dua menara yang kita bangun, dengan cahaya terang dalam hijaunya tawa. Menuntun kita untuk kembali.
"Disana kita akan bersama." katamu. Dan aku mengangkat beban itu kepadanya.
Canda yang lepas tanpa ketakutan membuatku tergugah, namun ini senja terakhir aku bertemu. Maka kusuarakan dalam diam, memperhatikan tiap gerak dan kata yang tak sempat lagi kurekam.
Dalam sebuah ruang kukumpulkan kekuatan. Kucoba untuk tak terlihat berduka, lantas kuselamatkan jiwa-jiwa. Kutunggu hingga ruang itu membawa kita ke puncak kedamaian yang tak bersyarat, disana perahu kita terbelah.
"Mengapa engkau tidak turun?" tanya seseorang.

"Nanti, sebentar lagi."

Memandang cemas. Seratus, seribu, bahkan sejuta mungkin. Tapi aku tetap tinggal.

Namun hadirlah engkau yang harumnya begitu kukenal. Dalam lembut pelukmu aku menjadi tangguh. Darinya kucari celah untuk berlari dari menara pertama ke sebuah lembah gelap. Kami bertiga, dengan perih ilalang yang menampar dalam pelarian. Darahku berceceran, namun seseorang telah menunggu di ujung jalan. Aku dan semerbakmu mencari arah lain, langit pun menggelap.
Tiada guna selain mengenang senja terakhir yang akan menjadi sejarah.

Diantara rebahku berselimut semak, aku mengampun atas kepergian. Siapa sangka bukan kami yang berangkat? Entah kemana malam berjalan. Yang kuingat setelah abu dan puing menara berjatuhan bagai hujan, aku sedang memejamkan mata bersamanya. Anggrek hitam menemaniku pergi dari takdirMu ya Rabb, anggrek darah kan menulis sejarah baru, bersamaku...

Bantu aku menulis kata cinta..

Bantu aku menulis kata cinta, sunyiku pada pena.
Sebingkai meja berwarna coklat kelu dan berdebu
seakan lautan kata yang beku dalam dingin suhu.
Sepucuk kertas membentuk perahu, di layarnya teruntuk namamu.
Pena itu kembali menggigil, menggoreskan kegelisahan:
Aku cinta padamu.
Hanya genangan tinta terbentukseperti teluk
melayarkan katakataku
ke samudera peluk.

Bantu aku menulis kata cinta dengan sinar matamu
agar kutemukan nyala,dalam unggun kata
atau jadilah rembulan di ranting-ranting aksara
mengganti tikaman gelap dengan romantika remang.
Biarkan kuikatkan samarsamar cahayamu
menyatukan sejuta kalimat dalam lembarlembar puisi.
Lalu senyummu kujadikan majas
Agar makna semakin jelas
membebaskan cinta dari pernyataan
yang tak pernah tuntas.
Atau, jadilah kamu laut yang dalam dan biru
mengganti kalimatku yang dangkal dan berbatu.
Kuseberangi selat bibirmu,mengembara hingga palung jiwamu.
Laguna yang teduh berangin
Sebuah jalan setapak membelah ombak.
Ombak di matamu.

Third person



Setetes kehidupan itu kini berpaling. Dalam kedamaian waktu yang berdetak bagai nyawa. Hati yang kau sakiti, mungkin….Tak ada yang bisa menafsirkan kehidupan. Subuh yang tergariskan pada langit. Sungguh engkau telah kumaafkan… 

kini pergilah….

 Dapatkah kau lihat pagi telah memudar, begitu pula harapan yang dulu sempat kau berikan. Aku tak menginginkan apapun.. selain melihatmu tersenyum dengan tulus… senyum yang hadir karena selembar kebahagiaan…

Aku mendengar semua yang kau ucapkan, dan aku merasa tak pantas menerima segalanya. Terima kasih atas tawa yang pernah kau pinjamkan sejenak..  Yang kini memintaku tuk kembali menapaki kenyataan.Cinta… aku kalah…
  ……………………………………………………………………………………

aku mencoba untuk jujur meski hanya lewat goresan tanganku, namun yang terjadi bukanlah apa yang kuinginkan. Kakiku hanya menendang kecil kaki meja berulang kali tanpa sadar. Kuketukkan pena di tanganku di atas kertas yang hanya terisi sebaris maaf..

Aku tak dapat menuliskan apa yang sejak tadi mengusik pikiranku. Jauh.. jauh sekali. Hingga tak mungkin bagiku untuk menemukan bagaimana memulainya.Aku mencintaimu, itu saja …..

Kau tak tahu betapa aku bahagia saat di dekatmu. Dan rasa itu bukanlah rasa yang biasa terjadi padaku. Kau tahu, tiap malam tak lepas pandangku pada langit yang melukis wajahmu. Dan terkadang aku tersenyum, menangis, atau bahkan tertawa karena menyadari kebodohanku : Mencintaimu.

Saat terbentuk titik temu itu, aku hanya bisa menggenggam tanganmu dan membawamu ikut bersamaku. Aku merasa ini tak seharusnya kulakukan. Maka  kulepaskan jemariku dan membiarkanmu berjalan sendirian. Kubiarkan kau mengejarku dengan tangis dan aku bersikap seolah tak peduli. Padahal jauh di dalam hatiku.. aku menangis lebih perih dari apa yang kau lakukan..

Sungguh cinta yang bisa meruntuhkan keangkuhanku. Padamu, aku … kita semua tak pernah menginginkannya. Bahkan saat kau berkata jujur….

 Kuayunkan pena dan mulai menuliskan sebuah nama…

Belum sempat kutulis kata kedua, langit menagetkanku dan membuatku meremas kertas itu. Kutatap wajahnya yang ceria namun menyimpan wajah duka. Tidak, dia tak boleh tahu… Aku berbohong saat ia bertanya. Padahal dia selalu jujur dan berkata apa adanya dengan kepolosannya yang khas. Aku menyesal, namun juga tak bisa membiarkan ia ikut memikirkannya. Biarlah ini kusimpan sendiri. Sudah cukup luka yang harus ia jalani…

Langit meninggalkanku yang sejak tadi membisu. Aku tahu ia tak ingin menggangguku. Maafkan aku, langit. Kubuka kembali kertas yang sudah kuremas tadi. Nama itu masih ada. Nama yang sangat aku dan dia kenal. Nama yang sejak lama dicintai langit….

Kutuliskan namaku di bawahnya. Lalu kucoret. Kutulis lagi, lalu kembali kucoret. Begitu berulang-ulang hingga tak ada yang tersisa. Aku memandang langit yang tersenyum padaku dari jauh. Ia memberi isyarat agar tak mempedulikannya dan meneruskan pekerjaanku. Anak itu …

Karena dia aku merasa betah tinggal disini. Karena dia aku merasa bahwa aku tak sendiri. Karena dia aku menjadi orang yang berarti. Dan karena dia juga aku sekarang berada di sini.. haruskah aku mengambil kebahagiaan yang telah lama ia harapkan…

Aku ..

Dan dia…

Mencintai orang yang sama….

An angel rain..

Kau bidadari di antara ilalang ,menebar kecantikan di keluasan padang.
Kugamit jemarimu melangkah dalam tawa bahagia,
lalu kaubiarkan jalan setapak tercipta di hatimu.
Luasnya padang  tak dapat menggantikan luasnya hatimu,
menerima setiap jejak langkahku.
Lalu tumbuh bunga-bunga di setiap senyummu,
jiwaku seperti kupu-kupu dibuatnya..
Kutanyakan pada embun di manakah mereka ingin menjadi butir air,
di manakah tempat paling indah yang mereka bayangkan menjadi kenangan paling manis.
Menjadi tetesan paling indah sebelum matahari menjemputnya ke angkasa.

Di sudut matamu, gumam embun padaku.
Setiap kali kau memandangku,
embun-embun itu mengkilau bahagia.
Aku bercermin pada sebuah kata
dan melihat butiran air di balik tiap hurufnya,
sebuah kata bercerita tentang hujan dan kau menyelinap tiap bulirnya,
membuat hujan menjadi pemandangan paling menyenangkan bagiku.
Sungguh bidadari hujan menjelma saat itu.

Sad End of An Endless..

Besar harapku pada kenangan,
namun tak sebebas anganku pada kerinduan.
Bila berdenting terpetik indah di telinga,
namun menggema jua dalam hari-hari jengah.
Kemarau datang, silih berganti.
hujan menggenang, dedaunan mati.
Ya, hidup tak lagi dapat ditentukan..
Tiada kesedihan untuk hari esok,
paling tidak sebelum kau pergi.
Karena itu jangan tinggalkan,
sebab yang terpaut bukan hanya jemari namun abadi.
Bukan hanya hati namun mimpi.
Kita pernah satu dalam ucap dan janji,
berikan yang terindah bagi pepasir di pematang hari.
Kau sulut lentera bening dalam tempias perasaan,
kau biarkan menyala-nyala dalam semesta yang benderang.
Kita tiada berarti memang,
hanya sebentuk kebahagiaan kecil yang mencoba menerangi satu sama lain.
Dengan kehangatan yang tak bisa orang lain berikan.
dengan ketulusan yang jarang bisa insan lain sampirkan.
Tak dapat tergantikan, sementara menit-menit berputar.

Terkadang semburat jingga yang sering terlupa,
justru menjadi harta dan masa yang terkunci rapat
dalam bayangan bola mata.
Suatu hari nanti,
mungkin akan kau kenang masa ini.
Bagiku,
memang bukan saatnya untuk mengecup melati yang kau genggam
diantara jemari.
tapi ketika ia mulai runtuh berjatuhan,
izinkan aku memelukmu
dalam damainya sepi..

Before the sun passed away

Kubuka mataku perlahan,
Kutatap langit-langit suram di sebuah ruang yang tak kukenal
Sebuah ruang yang diberikan Tuhan untukku seorang

Aku hanya ingin sendiri, tak ingin siapapun tahu akan cemasku
Namun mengapa celah itu masih saja ada..
Celah yang sejak dulu menantimu...

pernahkah kau berpikir,
wahai bintang yang merindukan malam
mengapa kita tak dapat mengartikan hidup
mengapa kita tak mengenali diri kita sendiri

maafkan aku telah menyalahkan desiran puisi yang mengantarmu terlelap
Meski lelapmu adalah lelap yang abadi..
Namun aku tahu, kau akan bahagia bersama sang sempurna
Dan takkan pernah ada yang menyakiti hatimu layaknya aku

.....

Mungkin mentari telah berpulang
Kabarkan padaku wahai linangan ombak
Kemana hendak kucari bagian waktu yang terbuang?
sedang pagi tak ingin menoleh padaku meski hanya sekejap

Aku terus memanggil namamu meski kau takkan pernah ada disana
Sebab aku..
Takkan pernah membiarkan lisanku mengucapkan selamat tinggal padamu..

Are not entitled

Dan saat kau ingkar akan dusta yang nyaris mencambuk jantungku,
kau tembuskan belati berlumuran darah ke celah-celah nafasku....
hingga dosaku membenci sinar purnama membelai lembut wajah pucatku..
kubiarkan kau pergi setelah membunuh jiwaku,
yang kini tertidur lelap dalam damai nisan-nisan bisu..

Sunyi..

Dan akan selalu sunyi...

Senja memerah petang melukis kematian..
Meninabobokan hujan yang bernyanyi tentang sebuah nama...
Nama yang telah terkubur dalam kepak merpati hitam..
Bersembunyi di dalam seringai pengkhianatan..


Telah lama kutunggu mimpiku berubah menjadi sesuatu,
Sesuatu yang dapat membahagiakan orang lain...
Meski memperjelas maut yang samar dalam aliran darahku...

Rain eclipse

Gerimis beranjak petang, kutemukan diriku menulis bait-bait kehidupan.. akan bulan sabit yang gemerlap di langit ketabahan..menunggu.. dan menunggu...
Saat engkau datang, semua begitu asing.. namun tak lepas pandangku akan senyummu.
Hujan merapat di sela ranting-ranting patah, membasahi senja yang mengukir temaram. Saat sebuah hari yang baru dimulai, menggoreskan senyum pada lambaian ilalang helai demi helai.

Kubiarkan mereka menetesi wajahku, mencoba mendengar cerita mereka tentang masa lalu. Ada suatu saat ketika kita tak ingin melihat seseorang pergi, namun hidup akan terus berjalan.. walau penuh dengan tangisan..
Kucoba untuk tersenyum meski perih, melukis matahari di mataku yang mengembun. Ia akan kembali, bisikku...
Terkadang, saat coretan jemari kita terhenti... kita merasa putus asa dan tak lagi berarti. Tanpa mengetahui ada yang menunggu dan kan terus menunggu..

Sulit untuk menerima rasa sakit atas kepergianmu, namun aku melakukannya

You do not need to know

 Aku telah berjanji malam ini. Tulus untukmu pada diriku sendiri. aku akan selalu percaya padamu, aku takkan pernah mengecewakanmu dan akan selalu mengerti perasaan dan keadaanmu. Karena sungguh aku butuh kamu, Aku mencintaimu sejak kau mengulurkan tanganmu. Hanya saja, saat it kupikir kau tak perlu tahu...

 Hujan kembali menetes  , terbias cahaya remang yang sejak tadi mendekapku. sendiri.... Sungguh menyakitkan saat kutatap potretnya di genggamanku. Air mataku menetes lembut...
"Kau akan meninggalkanku suatu saat.." bisikku perih...

Maafkan aku atas cinta yang menyakitimu..

Aku tak ingin mengekangmu, kau bebas memilih siapapun yang kau mau. Dan aku hanya bisa menyayangimu dari jauh. Biarlah, telah kusimpan senyum yang kau utus lewat rasa yang pasti kan meredup.

kau tak perlu tahu ...
bagaimana rasa ini membuatku bahagia sebelum mengusikku..
Sebab aku tak ingin membuatmu merasa semakin bersalah atas kekuranganku

Pearl light

batas kerinduan ini mulai menebar hitam. Ku tahu aku teruntuk bagimu, tercipta untuk menangis dan mati di tanganmu. Sungguh ketiadaan mimpi-mimpi kelamku hidup. Kusatukan atas nama cintaku untukmu. Maka jangan pernah redup, mutiara cahayaku. Engaulah barisan takdirku, yang tak pernah jenuh menungu datangnya keadilan. Bagi cinta kita yang bisu.

aku percaya akan kekuatanmu yang sempurna. Yang dapat menyembunyikan pagi dari embunnya, siang dari panasnya, dan malam dari gelapnya. Kutunggu kau dalam ribuan detik yang menusukku. Menghasutku tuk memperjelas kematian jiwaku. Engkau mencintaiku bukan? maka biarkan aku mencarimu meski jatuh. Aku pun mencintaimu, mutiara hitamku. Jangan pernah kau rasuk roh mereka yang tiada. Engkau milikku, aku akan menjagamu...

Cahaya-cahaya malam yang kau terbangkan, isyarat nafas keputusasan yang tak urung kau redam. Lihat aku, cinta.. lihat aku sekarang. Masuklah dalam pandangku dan tidur selama yang kau mau. Sebab aku takkan pernah meningalkanmu, hingga kau benar-benar siap tuk bertarung akan takdirmu.

Aku betaruh akan kemenanganmu, kau kuat, kau hebat. Kau mengalahkan keangkuhanku pada cinta hanya dengan tersenyum. Andai kau tahu betapa aku menertawakan cinta dulu. andai kau tahu betapa aku selalu menganggap cinta tak pernah penting bagi kehidupanku. kau pasti akan tertawa melihatku yang sekarang menunduk, bertekuk lutut dihadapan cintamu yang fatal...

Aku yang Terlupakan

Aku hanyalah seorang anak manusia yang sangat lemah, hati; jiwa; pikiran; dan jasmaninya. 
Aku tak bisa menenangkan diriku sendiri bila gundah.  Mungkin berpikir sudah, namun semu dan kembali resah. 
Akuadalah manusia rendah dan terhina.  Yang hanya punya dosa. 
Aku adalah pendosa, tak kenal siapa aku dan untuk SIAPA aku ada. 
Aku yang tak henti mengumbar birahi dan kesenangan mendengar jerit erang suara hati.  Aku yang bernyawa, hampir sia-sia.
Aku bukanlah dewa, karena itulah dewa tak pernah ada.  Keangkuhan-aku adalah jejak aku di tanah, yang mudah dihapus dan dijejak kembali. 
Aku tak mampu mengubah masa lalu, dan aku tak pernah ingin mengulang masa lalu.
Aku tak bisa memenangkan hati yang aku cintai, atau hanya berpaling melihat yang mencintai aku. 
Aku adalah yang mencintai, namun tak tahu mengapa aku dicintai. 
Aku adalah cinta yang tak berarti, adalah khayalan kebahagiaan abadi. 
Aku adalah cinta yang keji.
Aku adalah manusia Tuhan yang menghambaNya

Kutemani Kau Malam Ini

Gelap, hanya tersisa hitam dan secercah sinar Bulan yang redup.
Tertunduk menanti Surya yang terlelap.
Menepuk bahuku yang mulai lelah, Dan kelopak mataku yang gelisah.
Tak bisa ku terjaga di dekatku,
Tapi tanganku masih menggenggam erat potretmu yang kelak kubawa bermimpi.
Inginku di sampingmu menyelimutimu dengan kedamaian dan kehangatan malam.
Bukan karena kakiku tak mampu menapaki jalan kesampingmu,
Tapi karena malam tak izinkan kita bersua.
Malam kan selalu gelap,
Tapi malam ini kubawakan cahaya dari ruang kalbuku.
Mungkin tak sebenderang mentari, Tapi tak akan redup karena malam.
Jangan kau menangis karena sepi.
Karena senyummu yang kan membawaku kepada mimpimu.
Dan senyumku di sini kan menemani malammu.....

A Comrade

Kuhampiri lagi pembaringanmu, senyap tanpa mimpi.
Kuselami kemudian hari demi hari, diam tanpa puisi.

Aku berfikir untuk tidak mengganggumu
Sebab heningmu mengisyaratkan hujan
Namun apa yang bisa kulakukan
Bila hakikatnya itulah kewajiban?

Aku ingin menjadi sayap bagi masa lalumu
Biar engkau tak meragu tentang rindu
Biarkan aku menyayangimu dari jauh
Seperti dulu

Ketika aku tiada..

Telah kukatakan seribu kali banyaknya
Berhentilah menumbuhkan rumput
Sebab tanahku tandus
Tak mungkin cukup menghidupimu

Bila aku nyatanya tak bisa melukis senyum pada temarammu
Aku bisa ikut menangis untukmu..

The Patriot

Di sebuah malam ketika langit tak berpihak pada bintang. Saat gerimis turun mengingatkanku akan keagungan. Sebuah masa akan datang, menjemputku untuk tak sekedar menata hidup. Pelan-pelan kuendapkan segala cemas dalam ruang bertulis ketakutan. Mendapati diriku tergugah dalam perasaan asing.

Tubuhku berselimut melati. Dengan harum yang mengabarkan seseorang akan datang. Biarlah walau terlambat, kelak cinta akan termaafkan. Ampuni aku, siapapun yang mendengar bisikkan. Tahulah, aku tak mengharapkan seorang pahlawan. Hanya seorang biasa yang mencintaiku dengan sederhana..

Hari ini pula kubiarkan kenanganku meranggas. Pedih hati ini ketika menahan sakitnya. Menahan perihnya ketika satu demi satu sejarah runtuh berjatuhan.

Mungkin memang telah tiba saatnya. Untukku katakan sampai jumpa pada sebuah pelabuhan jiwa. Senja itu engkau bermuram, namun usahlah berduka. Bersukacitalah, sebab alur sungai di pipiku telah kering.

Dan kami (yang kau sebutkan) bukanlah pahlawan, kami hadir dalam kekosongan yang tak mampu orang lain mengerti. Kami sadar tak ada ruang diantara kalian, termasuk engkau, yang akan mengizinkan untuk berteman. Kami tahu bahwa kami harus mencari tempat yang paling asing, untuk bahagia (kata kalian) yang menyebut kami paling hina.

Dan kami tak membutuhkan pula seorang pahlawan, karena kami akan bermalam disini. Di satu air mata yang surganya kami makamkan..

Penuh kerinduan akan kasih Tuhan...

The most Gloomy

Bukannya aku tak senang ketika senyummu kembali tergurat.
Namun fajarku telah terbit pada batas langit yang lain.
Bukan pula aku tak memaafkan khilaf yang kau teguhkan dalam sebait salam senja itu,
tapi peraduanku telah berpindah tempat.

Aku bukanlah seorang pengembara yang dulu limbung dalam keraguan.
Kini aku telah berdiam, tinggal dalam keakuan yang abadi di tangan seorang malam.
Aku ingin menjadi secercah harapan yang menghidupkan rembulan,
 agar aku bisa meninggalkanmu tanpa meredupkan pelitaku.
Agar engkau dapat tetap tertidur, meski dalam pelukan alam.

Bukankah engkau telah memimpikan satu saja kesempatan yang takkan kau siakan?
Bukankah hari itu engkau datang dan hanya meninggalkan sepucuk surat bertulis kepedihan?
Aku tentu sedang merajut waktu saat itu.
 Ketika kau pecahkan kaca di mataku, tanpa memungut retaknya.

Night Rainbow


Nyanyikan lagi, pelangi malamku.
 Nada yang dulu tak sengaja kau tinggalkan.
Aku mendengarmu dengan sungguh,
dengan diam yang mengisyaratkan seribu kasih.
Temani dzikirku yang terlirih, kunikmati alur air mataku.
Andai bisa kau siratkan walau setitik, mengusap rambutku penuh cinta.
Nyanyikanlah lagi, pelangi malamku,
sebelum kulupakan senandungmu.
Sebelum ku terlupa bagaimana suara-suara itu memanggil namaku,
meski tak lebih dari sekedar membisu.

Salahkah aku pelangi malamku?
Salahkah bilamana aku mendambamu?
Salahkah bila kutasbihkan debu-debu ini menjadi rindu yang kian memburamkan bola mataku?
Sedang takdir kecilku enggan meninggalkan pintu hatimu. Izinkan aku menemanimu sebentar lagi, sebelum malam ini berhenti. Sebelum embun menggantikanku,
kemudian diam-diam menyelinap.

Maka nyanyikanlah lagi, pelangi malamku.
Lagu yang selalu engkau gumamkan.
Biar jadi penawar sepi dan gundahku,
selama itu ku mendambamu.
Kan kurekam segalanya menjadi biru yang tumbuh dalam mekarnya,
Sampaikan salamku pada perhentianmu..